gambar oleh solopos |
SOLO - Kenaikan harga komoditas seperti bawang putih
membuat sebagian pengusaha kuliner kewalahan. Mereka terpaksa menaikkan
harga barang dagangan sebagai imbas dari kenaikan harga sejumlah bahan
baku. Seperti wawancara terhadap pemilik warung bakso di Solo yang dilakukan oleh pihak Solopos berikut ini.
Pemilik Usaha Dapur Solo dan Bakso Kadipolo, Suripto,
mengatakan pihaknya harus menaikkan harga bakso senilai Rp500/porsi
sebagai konsekuensi kenaikan harga daging sapi dan bawang putih. Selain
itu, ia juga menaikkan harga makanan lain rata-rata Rp500/porsi.
“Terutama
untuk makanan yang berbau sapi harga naik Rp500/porsi. Tidak cuma
bawang putih, bawang merah, cabai dan bahan baku lain juga naik,”
ujarnya saat dihubungi Solopos, Rabu (13/3/2013).
Menaikkan
harga makanan, lanjutnya, menjadi opsi paling memungkinkan. Pasalnya,
pihaknya tidak bisa mengurangi penggunaan bumbu bawang putih dan bawang
merah karena dapat mengurangi cita rasa makanan.
Rata-rata dalam
sehari, ia menggunakan 10 kilogram-15 kilogram bawang putih untuk
membuat makanan di keempat cabang rumah makan miliknya.
Kendati
sudah menaikkan harga makanan, usaha kuliner miliknya ini juga susah
menaikkan keuntungan. Selama harga bahan baku meningkat, keuntungan
menurun sebesar 5% dari hari biasa.
“Bagi pengusaha besar,
kerugian masih bisa ditutup oleh penghasilan lain. Tetapi bagi pengusaha
kecil, kenaikan harga ini tentunya memberatkan,” terangnya.
Pria
yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Indonesian Islamic Business Forum
(IIBF) Soloraya juga mengatakan pemerintah harus dapat mengatasi polemik
komoditas impor tersebut. Di satu sisi, pemerintah harus dapat
membatasi barang impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu, mereka juga
harus dapat menstimulan petani agar dapat menanam komoditas bawang.
“Jangan
sampai kebijakan impor ini justru membanting harga komoditas dalam
negeri. Sehingga petani enggan menanam bawang putih dan bawang merah.
Indonesia seharusnya bisa swasembada,” ujarnya.
Karyawan Rumah
Makan Rasa Mirasa Jl. Raya Solo-Kartasura Km 8, Mispatuti, mengatakan
selama kenaikan harga bawang merah dan bawang putih, biaya produksi
rumah makan membengkak hingga 20%.
Keuntungan juga turun sebesar
10% daripada saat harga masih normal. Namun, manajemen rumah makan belum
berani menaikkan harga karena takut banyak pembeli mengeluh.
“Kami
hanya melakukan sedikit efisiensi. Karena kalau bumbu makanan memang
tidak dapat dikurangi, bisa-bisa pembeli kabur,” ujarnya.
Hal
senada juga diungkapkan pedagang kecil di Terminal Tirtonadi, Yayuk. Ia
mengaku berbelanja bawang putih dan bawang merah lebih sedikit dari
biasanya. Jika biasanya ia membeli satu hingga dua kilogram, ia hanya
membeli seperempat hingga setengah kilogram. Ia juga menaikkan harga
makanan di warungnya sebesar Rp500/porsi agar tidak merugi.
Sebenarnya penyebab kenaikan harga bawang ini masih diselidiki oleh kementrian pertanian. Di duga kenaikan ini dikarenakan adanya penumpukan bawang oleh pihak-pihak tertentu. Kita tunggu saja berita tentang penyebab kenaikan harga bawang yang menyebabkan kenaikan harga lainnya ini.
Sumber : Solopos